Berita Humas: Universitas Islam Negeri Mataram Kembali mendapatkan berkah di penghujung tahun 2017 ini,  seiring dengan keluarnya SK Menristekdikti yang menganugerahkan gelar Guru Besar, kali ini gelar tersebut dikukuhkan kepada Dr. H. Mutawali, M. Ag. dengan pengukuhan ini maka secara internal UIN Mataram memiliki empat orang dengan gelar Profesor yakni Prof. Dr. H. M. Taufik, Prof. Dr. H. Nashuddin, M. Pd., Prof. Dr. Suprapto, dan Prof. Dr. H. Mutawali, M. Ag. Yang dikukuhkan pada hari ini, kamis, 21 Desember 2017 di Auditorium kmpus satu Jl. Pendidikan.
Suasana prosesi pengukuhan dimeriahkan oleh berbagai ucapan selamat yang terpajang berjejer di sepanjang halaman kampus depan auditorium. Hadir dalam acara ini adalah Gubernur Provinsi NTB yang diwakili oleh asisten tiga, kejaksaan tinggi, kapolda ntb, dan beberapa rektor PTN/PTS di NTB, Pimpinan Pondok Pesantren, bebrapa mitra kerja UIN Mataram dan sejumlah pejabat Kabupaten Kota serta seluruh civitas akademika UIN Mataram  hadir dalam acara pengukuhan ini.
Dalam sambutan Gubernur NTB, yang diwakili oleh Asisten Tiga Drs. H. Imhal atas nama pemerintah daerah menyampaikan apresiasi dan ucapan selamat kepada Rektor UIN Mataram atas dikukuhkan sebagai profesor UIN Mataram. Keberadaan lembaga pendidikan selama ini telah banyak memberikan banyak kontribusi bagi daerah. Diakuinya bahwa kemajuan daerah tidak terlepas dari peran UIN Mataram.
Lebih lanjut beliau menyampaikan penghargaan terhadap semua civitas UIN Mataram yang banyak membantu pemerintah NTB. Mudahan dengan kegiatan yang terus dilaksanakan dalam peningkatan SDM mudahan terus ditingkatkan, baik akademik, peningkatan sarana dan prasarana, dan peningkatan mutu pendidikan.
Wakil rektor satu Dr. H. Masnun atas nama rektor dalam sambutanya menyampaikan bahwa jabatan professor atau guru besar menjadi idaman kaum akademisi, karena ia adalah jabatan fungsional tertinggi sebagai dosen di dunia kampus. Maka, dalam menjalani kariernya, setiap dosen akan selalu berupaya untuk menjadi profesor. Kendati demikian, pencapaian itu tidaklah semudah yang dibayangkan. Sejumlah persyaratan administrasi akademik, kompetensi keilmuan, konsistensi dalam mengemban tugas pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan kemanusiaan menjadi sesuatu yang mutlak dipenuhi.
Dengan penambahan jumlah guru besar akan semakin meningkatkan peran dan fungsi perguruan tinggi. Sebagai bagian dari masyarakat, perguruan tinggi turut memegang peran keberlangsungan peradaban bangsa. Perguruan tinggi tidak sekadar berfungsi menghasilkan sarjana, magister, maupun doktor, melainkan juga seorang guru besar, sebagai pendidik, sekaligus peneliti yang hasil penelitiannya ditunggu oleh masyarakat luas sebagai bagian dari wujud pengabdian.
Sementara itu, Prof. Dr. Mutawali, M.Ag., mengaku bersyukur dengan prosesi pengukuhan Guru Besar UIN Mataram. Setelah melalui episode panjang  proses pengusulan dan penilaian jabatan Guru Besar, di tengah ketat dan banyaknya peraturan dan persyaratan yang terus berubah dan bertambah.  Akhirnya saya dipercaya dan ditetapkan untuk memperoleh jabatan Guru Besar dalam bidang Filsafat Hukum Islam.
Dalam pidato pengukuhan yang diberi judul “Maqashid Al-Syari’ah : Logika Hukum Transformatif” mengungkapkan bahwa penggunaan teori maqashid dalam kajian hukum Islam telah menjadi trend akademik.  Sebabnya ialah karena tampaknya paradigma maqashid diletakkan sebagai model pendekatan moderat. Seperti diakui sejumlah pemikir maqashid di antaranya adalah al-Raysuni.
Ahmad al-Raysuni sebagaimana mengutip Imam al-Syathibi mengatakan, “kita menyadari bahwa (banyak) karya dan pemikiran dalam hukum Islam, namun sebagian besar menampakkan kevakuman dan kelemahan dalam membangun kehidupan dan kreativitas”. Hal itu terjadi karena “hilangnya” atau “dihilangkannya” ruh atau teori maqashid yang selanjutnya berakibat pada terjadinya kevakuman berpikir dalam bidang fiqih.
Untuk itu, diperlukan rekonstruksi dan memperbaharui pemahaman ushul fiqh dan fiqh bukan saja didasari kenyataan bahwa ushul fiqh dan fiqh merupakan produk suatu zaman, tetapi juga oleh adanya tuntutan yang mendesak dalam konteks realitas kehidupan yang penuh keragaman.
Mengahiri pidato orasi ilmiahnya, Prof. Dr, H. Mutawali menyampaikan, saya dapat berdiri di sini mengikuti pengukuhabn Guru Besar adalah karena pengorbanan, didikan dan doa kedua orang tua saya yang telah tiada almarhum dan Almarhumah, yang tidak dapat menyaksikan putranya mendapat anugerah dari Negara sebagai Guru Besar.  Kemudian kepada istriku tercinta AISYAH dan anak-anakku yang selama ini ikhlas menerima segala keadaan. Semoga semua itu menjadi catatan amal jariyah dan goresan sejarah yang saya pesankan khusus kepada ketiga anak saya untuk dapat meraih prestasi yang setiggi-tingginya di masa depan. Amin Ya robbal alamin. Wallohua’lam. (Adita@huamsuin)