Kabar Rektorat : Inovasi program humas menyapa masyarakat kampus kali ini edisi hari Ahad 15 Oktober 2017, mengajak kita untuk lebih mengenal sosok pejuang tangguh dibalik layar berkibarnya bendera UIN Mataram. Kali ini bidikan kamera humas menangkap moment spesial tak terduga tanpa disengaja apalagi rekayasa.  Ada baiknya kita kenal lebih dekat dengan bapak Baharuddin yang akrab dipanggil pak Bahar.
Pak Bahar sebagai PNS sudah lama bekerja mengabdikan dirinya di kampus ini, mengawali karirnya beliau dulu adalah seorang tukang kebun dan kebersihan kampus dengan status tenaga kerja lepas atau istilah sekarang tenaga honorer yang berenghasilan pas pasan, pas butuh sesuatu, kebetulan juga pas belum gajian, atau pas mau gajian eh.. pas juga waktunya bayar hutang, begitulah terus bergulir mengalir kalau menggunakan prinsip pas pasan. Tapi pak bahar adalah termsuk sosok yang sangat bersahaja, sopan santun dan kalem membuatnya merasa nyaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan tanpa banyak bicara.
Adalah menjadi satu kebiasaan baik yang pantas ditiru oleh siapapun dari pak bahar adalah beliau selalu datang lebih awal, meski jarak tempuh rumahnya menuju kampus adalah puluhan kilo meter, dia harus berangkat habis subuh dari rumahnya di Lombok tengah menuju kampus satu di Jl. Pendidikan No 35 Mataram dengan mengendarai motor supra X125 setiap hari yang dipacu dengan kecepatan rata-rata antara 20 – 40 km/jam.  Dia akan tiba secara on time pukul 06.30 sudah berada di depan mesin pinjer print yang juga sekaligus menjadi tempat ruang kerjanya sejak dua tahun lalu ditugaskan sebagai piket kepala biro Usman Ebba yang pada bulan Juli kemaren pensiun.
Setelah pak bahar pinjer, maka selanjutnya dengan langkah perlahan bergerak ke musholla kampus yang tidak terlalu jauh dari ruanganya, terkadang dengan wuduk yang masih terjaga dari rumahnya beliau langsung masuk musholla dan melaksanakan solat duha secara sempurna, setelah itu baru beliau akan kembali ke meja kerjanya.  Ratusan pegawai kampus UIN Mataram yang wara wiri melakukan pinjer print dekat pak bahar, sepintas tidak banyak yang menyapa bapak tua ini, karena beliau adalah orang yang termasuk sedikit bicara dan bicaranya juga sedikit, pendiam dan memang sering diam.
Pak bahar sering terlihat mengawali aktifitas paginya dengan membaca Koran, buku agama, fadilah amal dan buku apa saja yang dilihatnya, mungkin itu berkat kebiasaannya sewaktu dulu beliau sebagai staf di perpustakaan kampus, beliau sangat senang membaca meski tidak jadi dosen, membaca adalah bagian dari cara bliau berbicara.
Bila matahari sudah mulai beranjak siang, pak bahar akan segera melangkah menuju musholla untuk persiapan solat zuhur berjamaah, bahkan sering juga menjadi muazzin dengan suara yang pas pasan, suara azan yang begtu datar jamak-jamak saja, rupanya tak pandai memainkan lagu dan irama, cukup dengan suara apa adanya, sehingga dalam waktu kurang satu menit saja azan beres.
Setelah selesai melaksanakan rangkaian solat zuhur berjamaah, baru kemudian beliau akan mengisi jam istirahat untuk makan siang di warung pojok, nah pada saat pak bahar mau makan disitulah ketemu dengan pak rektor yang pada saat itu sedang melihat kondisi parkir yang sangat padat di bagian depan halaman kampus.  Pesan penting yang dapat kita pelajari dari pak bahar adalah, dia sangat menghargai setiap tugas orang lain, dia yakini bahwa setiap orang memang punya kesibukan tugas dan pekerjaan masing-masing. Pak bahar lebih sering menyapa orang hanya dengan senyum saja sebagai wakil kata-kata karena dia tidak terlalu pandai berbasa basi,  syukurlah kita masih bisa tersenyum, jangan sampai kita lupa cara untuk tersenyum, Wallohua’lam.  (Adita@humasuin)